LAPORAN MAJALAH GARDA 06 November 2002

ID Card Majalah GARDA
Kepada Yth   :  Bapak Korlip Majalah Garda (Jakarta)
Dari               :  Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik           : Kriminal
Foto              :  Ada 2
==========================================

KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah Garda Edisi : No.189 / Tahun lV /06 November 2002 / Rubrik Kriminal / Halaman  94 & 95
   




Preman Bunuh Tentara

Gara-gara menegur preman mabuk, seorang anggota TNI tewas dikeroyok dan ditikam. Pelaku akhirnya tertangkap.

Detik-detik berlangsungnya upaca militer melepas jenazah Sersan Satu (Sertu) Sidarla Simangunsong (26), penuh dengan deraian air mata. Para anggota TNI yang hadir pada acara itu mengangkat tangan sebagai penghormatan terakhir kepada teman satu korps yang tewas.

Peti jenazah yang ditutup bendera merah putih dibopong oleh enam prajurit dari ruang duka menuju ambulans yang diparkir di depan gerbang. Sederetan karangan bunga tanda ucapan belasungkawa terlihat di depan gerbang. Ratusan warga dan puluhan tentara larut dalam kesedihan.

Mayat korban diberangkatkan Kamis (24/10/2002), pukul 13.30 WIB, dari Lapangan Markas Ajudan Jendral (Ajend) Jambi. Menuju Medan dengan mobil ambulans Rumah Sakir (RS) Dinas Kesejahteraan Tentara (DKT).

“Orang tuanya bukan orang berada , saat ini tiga adiknya yang sedang disekolahkan almarhum ,” tutur Sumihur Purba, kerabat dekat almarhum.

Tubuh anggota TNI dari satuan perbekalan anggotan (Bekang) Korem 042 Garuda Putih (Gapu) itu ditemukan warga tergeletak sekarat di ruas jalan, Rabu malam (23/10/2002), sekitar pukul 18.30 WIB. Dia korban pengeroyokan preman yang sering mangkal di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

Dalam pertarungan tak seimbang, korban kewalahan. Lalu terjatuh tak sadarkan diri. Setelah itu korban ditikam tiga lobang, luka tusuk di dada kiri, perut bagian bawah dan lengan kiri yang nyaris tembus. Darah membasahi sebagian pakaian dan tubuh korban.

Setelah tiga pelaku melarikan diri, warga langsung melarikan korban ke RS DKT. Tapi sayang, nyawa korban tak terselamatkan. Sebelum tiba di RS, korban menghembuskan napas terakhir, karena kehabisan darah yang mengalir dari tiga luka tusuk di dada kiri, yang diduga menembus paru-paru.

Peristiwa naas yang menghebohkan itu terjadi di dekat pangkalan ojek Mayang Ujung (Pomu), tepatnya di RT.29. RW.09, Kelurahan Simpang Tiga Sipin, Kecamatan Kotabaru, Jambi, tak jauh dari rumah korban.

Menurut saksi mata, Edi (30), selepas magrib, putra kedua dari sembilan bersaudara ini keluar dari sebuah kedai tuak.  Saat hendak pulang ke rumahnya, lajang berdarah Medan ini, melihat tiga preman yang sudah dikenalnya sedang minum ceper, sejenis minuman keras beralkohol tinggi, sambil nongkrong di tepi jalan.

Anak pasangan Simangunsong dan Boru Tampubolon itu menegur mereka. Teguran itu disambut dengan amarah, hingga terjadi cekcok mulut. Korban enggan menanggapi cekcok itu, karena tahu, ketiga preman itu sudah dipengaruhi alkohol.

Tapi, ketiga preman itu makin menjadi-jadi. Bahkan seorang diantarannya menantang korban. Sudarla jadi naik pitam hingga terjadilah perkelahian dikeremangan senja.

Berkali-kali korban dipukul dengan batang tebu, hingga terjatuh. Setelah itu seperti setan kelaparan, seorang dari preman itu menerkam korban. Mungkin saat itulah pelaku berulangkali menghujamkan senjata tajam ke tubuh korban.

Dengan menggunakan angkutan kota (Angkot), warga membawa korban ke rumah sakit.

Informasi lain mengatakan, pelaku memang sengaja menghabisi korban lantaran dibayar orang. Hal itu kemudian terbukti, setelah otak peristiwa itu tertangkap, dua hari kemudian.

Warga yang tinggal di sekitar TKP sempat merasa takut, sebab banyak tentara yang datang memburu pelaku. Mereka menanyakan siapa pelakunya. Tukang ojek yang sering mangkal di lokasi itu, tak seorangpun yang kelihatan. Warung dan kedai-kedai kecil ditutup dan situasi sempat tegang.      

Warga khawatir, rekan-rekan almarhum mengamuk dengan mengobrak-abrik sekitar TKP. Tetapi kekhawatiran itu ternyata tidak beralasan.

Kapten Burhanuddin dari Kodim 0415 Batanghari mengatakan, keberadaan dari sebagian anggotanya di TKP adalah untuk menjaga dari kejadian-kejadian yang tak diinginkan. Oleh Sertu Silvana ditimpali, untuk menangkap pelaku, kesatuannya telah mempercayakan tugas itu kepada polisi.

Menurut warga sekitar, korban sudah hampir tiga tahun tinggal di dekat TKP dan tak pernah terlibat pertengkaran dengan siapa pun.  “Dia orangnya baik dan ramah,” tutur Astuti, seorang warga. Dan menambahkan, korban menempati rumah kontrakan.

Hal senada juga dikatakan Purba (23). Kata dia korban tak pernah membuat onar dengan warga. Korban seorang yang ramah dan mudah bergaul. Purba tahu persis keadaan orang tua korban yang tinggal di Lorong Jermal, Kecamatan Teladan Timur, Kota Medan.

Komandam Kodim 0415 Batanghari, Letkol Inf Sarum, sangat menyayangkan tindakan brutal yang dilakukan para preman tersebut.Termasuk tindakan onar yang sering mereka lakukan di sana.

Kasus ini diusut terus oleh polisi, dibantu oleh petugas polisi militer. Sarum berharap, kasus dapat segera dituntaskan. Sementara Kapolresta Jambi,  AKBP Drs Allorante mengatakan kepada Rizal Ependi Wartawan Garda. Pihaknya berupaya keras melacak pelaku penusukan itu. Polres telah menerjunkan sejumlah personil untuk menangkap pelaku itu.

Tertangkap

Upaya keras polisi cukup memuaskan.Otak peristiwa itu, Aristianto (18) warga Komplek Perumahan Garuda III, Mayang mengurai diciduk, Jumat (25/10/2002) malam pukul 21.00 WIB. Dia ditangkap saat berada di Lorong Lebak Bandung, bersembunyi di rumah keluarganya. Dia mengaku membayar tiga preman untuk menghabisi korban.

Kapolresta Jambi Allorante yang didampingi Kadit Serse, P. Teguh Nugroho membenarkan, Aristianto merupakan otak dari peristiwa itu, sedangkan tiga pelaku utama masih buron. Allorante menjelaskan, motifnya adalah rasa sakit hati dalam masalah kendaraan bermotor. Aristianto menganggap korban terlalu usil terhadap urusannya.

Pada Sabtu malam (19/10/2002) korban bertemu Aristianto di Cafe Ariska Muba di Jalan Lingkar Barat, Kawasan Terminal Baru, Jambi. Korban menegurnya dengan mengatakan motor Garuda yang dikendarai, nomor polisinya tak sesuai dengan serinya.

Kapolreta mengatakan, kasus itu murni kriminal. Ketiga tersangka utama adalah preman kelas kakap, yang selama ini sering meresahkan masyarakat. Sementara Aristianto, dicurigai sebagai pelaku pencurian kendaraan bermotor (Curanmor). re
                                                        
                                                                      ~~~ooo~~~


LAPORAN MAJALAH GARDA 06 November 2002

Kepada Yth   :  Bapak Korlip Majalah Garda (Jakarta)
Dari               :  Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik           : Kriminal
Foto              :  Ada 2
==========================================

KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah Garda Edisi : No.189 / Tahun lV /
06 November 2002 / Rubrik Kriminal / Halaman  94 & 95

 Sambungan..................
                                                                             ~~~ooo~~~





LAPORAN MAJALAH GARDA 06 November 2002

Kepada Yth      :  Bapak Korlip Majalah Garda (Jakarta)
Dari                  :  Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik              : Penjuru Negeri
Foto                 :  Ada 1
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah Garda Edisi : No.189 / Tahun lV /
06 November 2002 / Rubrik Kriminal / Halaman  66

LAPORAN MAJALAH 30 AGUSTUS 1997



Contoh Jurnalisme Majalah
 
Tulisan ini Terbit di Majalah Detektif & Romantika (D&R), 30 Agustus 1997
Halaman 103,   Rubrik  : Kriminalitas

============================================================

.Pembunuhan

Mungkir Engkau,  Maka Kupancung

Lantaran tersinggung dan merasa disepelekan, seorang pedagang es keliling nekat menebas leher rekannya sampai putus. Dan, kepala korban itu, masya Allah, menggelinding di atas lantai.

Kalau ada kasus pembunuhan yang lumayan sadis, tetapi cukup gampang diungkap barangkali inilah: aksi pembantaian Jainul Bakri (29) tahun, oleh Rusdi. Dikatakan pembantaian karena modus pembunuhan itu terbilang nekat, sekaligus sadis.

Kisahnya, dimulai dari obsesi Rusdi pedagang es keliling di Dusun Kepahyang, Desa Muaramerang, Bayunglencir, Musibanyuasin, Sumatera Selatan. Pria berumur 32 tahun dan beranak dua itu rupanya ingin menambah pendapatannya dengan cara membeli perahu tempel.

Alasan Rusdi sedernaha : pembeli minuman dinginnya kebanyakan penghuni rumah rakit yang tinggal di sepanjang Sungai Bayunglencir. Mustahil Rusdi membeli gerobak dorong semacam es krim Walls.

Untuk memenuhi cita-citanya, Rusdi terpaksa menjual rumah rakit miliknya Rp 125 ribu. Nah, orang yang mau membeli itu kebetulan rekannya sendiri, Jainul Bakri. Sesuai dengan kesepakatan, pada awal April 1997, Jainul membayar dulu Rp 75 ribu. Dan sisanya, Rp. 50 ribu, akan dilunasi palinglambat dua minggu lagi.

Namun kemudian, Jainul ternyata memungkiri janji. Hingga lewat dua minggu, tak sepeserpun uang diterima Rusdi. Juga tidak sepotong alasan. Bahkan hingga sebulan, dua bulan, Jainul tetap saja ingkar.

Memasuki bulan ketiga, kesabaran Rusdi makin menyusut. Apalagi, setiap kali didatangi, Jainul selalu mengecewakannya. “Yang membikin tersinggung, dia selalu menunjukan sikap congkaknya setiap kali aku tagih. Dia sepertinya menganggap utang sebesar itu kecil”, ujar Rusdi dalam pemeriksaan polisi.

Begitulah. Singkat cerita, pada Senin, 14 Juli 1997 itu, Rusdi sedang mengambil bubuk gergajian kayu untuk pengawet es dagangannya. Ketika menambatkan perahunya dekat pabrik kayu, secara tak sengaja Rusdi melihat Jainul sedang bermain judi bersama tiga orang temannya.

Mereka adalah Paidi, Syarifuddin dan Cik Mat, pemilik rumah panggung itu. Karena penasaran, Rusdi mendekati meja judi, dan di sana ia melihat setumpuk uang di dekat Jainul. Wah, tampaknya Jainul sedang hoki. Dia lagi menang pikir Rusdi. Itu artinya, dia bisa menagih piutangnya.

Namun, meski sudah setengah jam duduk di situ, Rusdi merasa kehadirannya tak dianggap. Jainul apalagi. Jangankan membayar utang, sepotong basa basipun tak keluar dari mulutnya. Ia hanya menyodorkan sebatang rokok, tanpa menoleh.

Merasai kekurangajaran Jainul, naiklah darah Rusdi ke ubun-ubun. Tanpa pamit, dia meninggalkan tempat judi, balik ke perahunya. Di atas perahu, sempat Rusdi menghembuskan asap rokoknya dengan hati kesal. Semakin teringat muka Jainul, semakin mendidih darahnya.  

Rupanya, pada saat itulah setan merasuk. Seperti warga setempat yang biasa membawa senjata, Rusdi memang menyimpan sebilah parang di dasar perahunya. Maka begitu rokoknya habis, pria berkulit putih dan bertubuh atletis itu langsung menilap parang sepanjang 60 sentimeter  dibalik bajunya. Setelah itu, ia kembali mendatangi Jainul dan kawan-kawannya berjudi.   

Tidak tampak kecurigaan pada Jainul maupun rekan-rekannya di rumah panggung Cik Mat. Bahkan, seperti sebelumnya, kehadiran Rusdi tetap dicuekin. Wajar saja. Siapa yang mengira, Rusdi si pedagang es yang dikenal pendiam itu bakal melakukan tindakan sadis?

Namun, orang-orang kali ini memang salah sangka. Benar – benar salah duga. Tak seorangpun dapat mencegah, ketika peristiwa itu terjadi. Jainul agak membungkuk ketika mengambil kartu remi  yang dibagikan. Secara tiba-tiba Rusdi mencabut parangnya dan mengayunkannya sekuat tenaga ke kepala musuhnya.

Maka, tanpa ampun, parang seberat tiga kilogram itu menghujam tepat mengenai tengkuk sebelah kiri. “Craatt!”,  darah muncrat kemana-mana. Kepala Jainul terbang lepas dari tubuhnya, lalu jatuh, dan berguling-guling di atas lantai. Mengerikan, memang.

Untuk beberapa saat, tubuh tanpa kepala itu duduk dalam posisi memegang kartu remi, sebelum roboh bersimbah darah. Melihat kengerian itu, ketiga teman Jainul kontan kabur  sambil menjerit-jerit minta tolong. Dalam waktu singkat, tempat kejadian dipenuhi warga yang ingin menonton ajang pembantaian itu.  

Adapun Rusdi, tukang es yang mendadak jadi pembunuh itu, diketahui kabur dengan memakai speed boad . Sebilah parang berlumuran darah ditentengnya memasuki kantor Polisi Sektor Bayunglencir.

Kepada penyidik, Rusdi tanpa berbelit-belit mengakui perbuatannya. Bahkan, dengan nada getir Rusdi mengaku menyesal telah membunuh Jainul. “Saya emosi, pak. Untuk itu saya siap mempertanggungjawabkan perbuatan itu secara hukum.” ujar Rusdi kepada polisi.

Nah, pembaca, sepotong pesan ini kira-kira layak disimak. Hati – hati terhadap orang yang kelihatannya  dingin dan pendiam, sebab jika hatinya panas, bisa – bisa sebilah parang mengarah ke kepala. ***


  
                                                                    ~~~ooo~~~





Laporan Majalah DETIK

Kepada Yth      :  Bapak Pemred Majalah DETIK (Jambi)
Dari                  :  Rizal Ependi
Rubrik              :  Daerah 
Foto                 :  Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah DETIK Edisi : No.02 / Tahun l /
02 Juni 2008 / Rubrik Laput / Halaman 4 & 5

 Menyibak Ruang Dinas Walikota

JAMBI, DETIK - Kokok ayam jantan sudah tak terdengar lagi, pagi itu menyisakan setetes embun menempel di rerumputan hijau yang tumbuh di pekarangan.

Mentari mulai merangkak naik memancarkan cahaya kekuning-emasan, sedikit agak panas. Satu dua pintu jendela kantor itu dibuka, ketika itu kira-kira pukul setengah delapan.

Hanya sebentar, selang setengah jam kemudian, pekarangan Kantor Walikota Jambi sudah riuh. Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan seragam kedinasan telah berdatangan untuk menunaikan tugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Setelah apel pagi, PNS itu mulai menjalankan aktivitas sebagaimana mestinya hingga menjelang apel sore.

Para PNS yang mengabdi dikantor itu tunduk pada satu komando, yakni Walikota Jambi, Drs. H. Arifien Manap, MM, yang merupakan Putra Daerah Jambi. Pak wali, biasa dia disapa adalah seorang pemimpin tunggal sejak Wakil Walikota Jambi, H. Turimin, SE, meninggal dunia.

Dalam menjalankan roda pemerintahan dia hanya dibantu oleh para asisten dan seorang Sekretaris Daerah (Sekda) Drs. H. M. Asnawi AB, MM beserta jajarannya.

Selama dua priode menjabat Walikota Jambi  (1998 – 2003)  dan  (2003 – 2008), penilaian masyarakat terhadap kepemimpinan Arifien Manap sangat beragam. Satu sisi mengagumi keberhasilannya dalam memimpin birokrasi, disisi lain ada juga masyarakat yang kecewa dengan kebijakan-kebijakan yang ditelorkannya.  

Adalah Abdul Kadir, Anggota DPRD Kota Jambi yang ketika itu duduk di Komisi C menilai  kepemimpinan Arifien Manap selama dua priode termasuk berhasil. Bukti nyata keberhasilan itu dengan terangkatnya perekonomian masyarakat Kota Jambi melalui program pengentasan kemiskinan.

Karena sejak program itu dijalankan, persentase masyarakat yang mengidap penyakit busung lapar di Kota Jambi, nyaris tak terdengar lagi.

Kemudian menghitamnya hampir 90 persen jalan kota dan lingkungan karena kegigihannya menerapkan system kerja pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Jambi. Penataan kota yang memakai mekanisme tersendiri membuat Kota Jambi terlihat rapi dengan dihiasi rumah toko (ruko) dan bangunan permanen yang tersebar di seentaro hingga ke  sudut kota.

Menurut Kadir, dibangunnya jembatan makalam yang sangat besar manfaatnya bagi masyarakat Jambi dalam berlalulintas. Bahkan tidak lama lagi layanan kesehatan akan menggeliat dengan berdirinya sebuah pusat layanan kesehatan yang dikenal dengan Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Jambi.

”Serta memberikan rasa nyaman bagi para pedagang dan pembeli di Pasar Angsoduo ketika pembangunannya selesai kelak,” kata  anggota Fraksi Bintang Pembangunan, Partai Bintang Reformasi (PBR) ini.

Namun lanjut Kadir, diintern Pemerintah Kota sendiri cukup bagus, walaupun orang-orang yang saat ini menjabat sebagai kepala dinas dan eselon setara kepala dinas adalah orang-orang dekat dengan pak wali.

“Dulu pernah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta walikota untuk tidak menempatkan Drs M. Sitanggang sebagai Kepala Dinas PU, dengan alasan tidak sesuai dengan bidang ilmunya karena Sitanggang bukan insinyur tehnik sipil. Namun hal itu mungkin tidak digubris,” tambahnya.

Sementara  Presedium Jaringan Aksi Mahasiswa Masyarakat Kota (JAM2-KOT ) Jambi, Yogie,  sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Kadir. Yogie menilai selama dua priode kepemimpinan Arifien Manap belum bisa dikatakan berhasil.

Karena menurutnya berhasil-tidaknya seorang kepala daerah dalam menjalankan roda pemerintahan dan melaksanakan pembangunan tergantung dari sudut pandang masyarakat masing-masing.

Memang Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi telah berjuang sekuat tenaga untuk membangun Kota Jambi kearah yang lebih baik. Program-program prioritas seperti sektor pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan dengan membuat langkah-langkah untuk menciptakan lapangan kerja telah dilakukan. Namun hal itu perlu dukungan dari semua pihak.

“ Saya belum melihat keberhasilan walikota dalam membangun Kota Jambi,” ujar Yogie.

Dikatakan, kalau ada pihak yang mengatakan dengan dibangunnya Jembatan Makalam dan Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Jambi merupakan bukti nyata keberhasilan walikota dalam memimpin Jambi, itu belum bisa dijadikan tolok ukur.

Karena semua itu merupakan program pemerintah yang memang harus dijalankan dan dananya memang ada. Dalam hal ini masih banyak yang harus difikirkan pemkot untuk menuju kearah yang lebih baik lagi. Trus, apa yang dirasakan masyarakat Kota Jambi selama dua priode kepemimpinan Arifien Manap?  Ntah ! (Laporan Rizal Ependi)

                                                                         ~~~ooo~~~










LAPORAN MAJALAH MEDIUM 12 Januari 2005


ID Card Majalah Medium
Kepada Yth  :  Bapak Korlip Majalah  MEDIUM (Jakarta)

Dari      :  Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik  :  Daerah 
Foto      :  Ada
=======================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM  Edisi : No.45 / Tahun lll /12 - 25 Januari 2005 / Rubrik Daerah / Halaman 57, 58 & 59
 


Bahagia di Dua Negeri

Prinsipnya bergeming, sekali Kitab Kuning tetap Kitab Kuning. Pembaharuan ditempatkan pada ekstra kurikulum.

Mentari baru saja menyembul di ufuk timur. Langit cerah. Hanya ada secuil mendung di langit. Cahaya sang surya menerpa embun di pohon kayu alkasia, membentuk butiran-butiran bak mutiara. Indah, berkelipan. Jalanan masih sedikit basah. Jalanan lenggang belum ada anak-anak sekolah maupun pegawai negeri berangkat kerja. Hanya ada beberapa depot bensin dan warung kecil mulai sibuk. Satu dua pengecer koran hilir mudik di perempatan lampu merah.

Melintasi Jembatan Aurduri yang membela Sungai Batanghari, suasana pedesaan mulai terasa. Beberapa pemuda tanggung bergerombol di pelataran rumah panggung bercorak khas Jambi. Mereka tak terusik oleh raungan kilang kayu serta bau taksedap yang menyeruak dari sebuah pabrik pengolahan karet di tepi sungai.

Tampaklah sebuah pondok pesantren. Halamannya masih sepi. Seorang santri mengantarkan Rizal Ependi koresponden Majalah MEDIUM di Jambi menuju kediaman Muhammad Nazir HB, perungurus pondok. Nazir adalah keponakan pendiri pondok pesantren tersebut.

Pesantren ini berlokasi di tepi kota, 10 kilometer dari pusat Kota Jambi. Jika dari Sungai Batanghari hanya 2 kilometer. Tepatnya di Jalan Tumenggung Jakpar, RT. 01, RW. 01, Kelurahan Tahtul Yaman, Kecamatan Pelayangan, Kota Jambi. Pesantern ini banyak menelorkan ulama kesohor.

Pondok Pesantren Sa’adatuddaren adalah pusat pendidikan Islam tertua di Jambi. Dulu namanya kombinasi Bahasa Arab dan Inggris : Sa’adatuddaren Islamic School (Sekolah Islam Kebahagiaan Di Dua Negeri). Nama itu disematkan oleh pendiri : Almarhum K.H. Ahmad Syakur bin Syukur alias Guru Gemuk. Julukan guru gemuk itu diperoleh dari masyarakat.  Sebutan kyai saat itu kalah populer dibanding sebutan guru. Tubuh kyai memang gemuk.

Pesantren ini mempertahankan kitab klasik atau kitab kuning. Untuk tingkatan Tsanawiyah dan Aliyah, tidak menerima santriwati. Menurut Nazir, pada zaman dulu guru yang mengajar santriwati  biasanya bukan para kyai. Tapi mereka dididik oleh istri para kyai di rumah kyai.

Karena istri para kyai itu tak sempat lagi meluangkan waktu untuk mengajar, maka ketika itu, kaum hawa tidak diberi kesempatan untuk belajar di pesantren tersebut jika sudah tingkatan Tsanawiyah dan Aliyah. “Kalau tingkatan Ibtida’yah di sini masih mau menampung”, kata Nazir.

Kini santri berjumlah 1037 orang. Yang mondok untuk tingkat  Tsanawiyah 427 orang, untuk kelas satu, dua dan tiga yang ditampung dalam 14 kelas. Mereka dikenakan biaya Rp. 280 ribu pertahun, untuk uang sekolah, sewa pondok, plus Rp. 100 ribu per bulan untuk uang makan.

Biaya tadi tak berbeda dengan yang dikenakan pada santri tingkat Aliyah. Hanya saja jumlah santri untuk tingkat Aliyah hanya 137 orang untuk kelas satu, dua dan tiga yang terhimpun dalam 5 kelas.

Ruangan belajar pada pesantren ini berjumlah 23 kelas, tiap-tiap kelas berisi rata-rata 35 santri. Tiap santri berdampingan duduk satu meja dan kursi yang terbuat dari kayu. Bagi santri tingkatan Tsanawiyah dan Aliyah yang mondok membawa peralatan makan dan mendapat satu kamar yang dihuni 5 sampai 6 orang.

Tapi jumlah kamar pemondokan itu cukup banyak, saat ini jumlahnya mencapai 75 pintu. Dari jumlah tersebut dapat menampung sekitar 600 orang santri. Namun pesantren ini akan melakukan perombakan sarana baik ruang belajar maupun pemondokan, guna kemajuan pesantren itu sendiri.

Tingkat Ibtida’yah dari kelas satu sampai tiga, justru lebih banyak. Saat ini ada 437 orang putra-putri yang menempati 14 ruang belajar dan tidak mondok di pesantren. Biayanya lebih murah. Uang pendaftaran awal Rp. 10 ribu plus SPP sebesar Rp. 4000 perbulan. Biasanya penerimaan santri baru pada pesantren ini dilakukan setelah ujian akhir semester. Persyaratannya, untuk tingkat Tsanawiyah dan Aliyah seperti persyaratan sekolah biasa.

Pada pagi hari mulai belajar pukul 07.30 hingga 12.05 WIB. Sedangkan belajar malam, pukul 19.15 hingga 21.30 WIB. Pakaian juga diatur. Hari Minggu, Senin, dan Selasa diwajibkan memakai baju koko warna putih, kopiyah hitam dan pakai sarung.

Untuk hari Rabu dan kamis, pakai baju kurung, kopiyah putih juga mengenakan sarung warna bebas. Sedangkan untuk dua hari tersisa, para santri mengisi waktu dengan kegiatan yang masih berhubungan erat dengan proses belajar mengajar di pondok tersebut.

Ada juga ekstrakurikuler, seperti : belajar mengoperasikan komputer, seni letter dan kaligrafi, jama’atul Quro (Quran lagu), berzanji serta angkatan marhabah sarana dan organisasi. Adalagi kursus menjahit dan pagelaran seni.

Pesantren ini memang mengupas kitab kuning. Mata pelajaran pada pondok itu meliputi : quran, tauhid, pakeh, nahu, sorop dan tareh. Adalagi kowait, muthola’ah, hot dan imlak, ahlak, tajwid serta al-azhar.

Kemudian ditambah lagi dengan Bahasa Arab, tahtis juga mahfuzoh. Tapi kalau untuk tingkatan Aliyah, mata pelajaran itu ditambah lagi dengan : nuhu wede, tasauf, mantek dan hadis.

Para santri dibimbing oleh pengajar yang berasal dari Alumnus Gontor, Mesir dan Mekah sebanyak 56 orang.  Tapi 90 persen adalah alumni pondok itu sendiri. Biasanya setamat dari pondok mereka melanjutkan pendidikan ilmu kitab itu ke pesantren lain yang tersebar di seluruh Indonesia.

Bahkan ada yang sampai ke tanah Suci Mekah atau tanah Arab lainnya. Lalu, kembali mengajar di pesantern itu. Namun para muridnyapun berasal dari berbagai daerah. Ada yang dari Palembang,  Padang, Pulau Jawa. Bahkan dari Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunai Darusasalam. Namun mayoritas berasal dari Provinsi Jambi.

                                                                                 ***

Pondok Pesantren Sa’ adatuddaren berada di kawasan pemukiman penduduk. Luasnya kira – kira 35x15 meter. Bangunan utama bertingkat dan terbuat dari beton permanen yang dilapisi cat warna putih.

Pondok pesanteren dibangun di atas tanah wakap dari Almarhum K.H. Ahmad Syukur, seluas 2 hektar. Di sebelah kanan terdapat  sebuah mesjid. Mesjid Jami Azharussa’adah Tahtul Yaman. Juga terdapat bangunan tua, bekas gedung pondok lama yang sekarang telah beralih fungsi menjadi Kantor Sekretariat Pondok.

Di sebalah kiri berbatasan dengan rumah penduduk yang dipisahkan oleh pagar besi keliling bercat putih. Dapur umum, sumur dan wc dibangun semi permanen yang terletak di belakang gedung lama.

Adalagi bangunan menyerupai gudang yang dulunya pernah digunakan untuk ruang belajar. Sedangkan fasilitas lain seperti kantor majelis guru, laboratoriun  komputer, koperasi pelajar. Ruang OPPS (Organisasi Pelajar Pesantren Sa’addatudaren) serta tempat mencuci pakaian dan tempat setrika juga ada di sana. Ada juga kantin, sarana olahraga serta perpustakaan.

Jalan masuk ke lokasi pondok itu ada dua pintu masuk : Pintu utama yang terdapat dibagian depan dan pintu lainnya terdapat di bagian belakang tembus ke pemukiman penduduk.

Di depan seberang jalan terdapat sebuah bangunan terbuat dari kayu berukir, bercorak khas Jambi. Bangunan itu ialah Gedung Pondok Pesantren Mubarok yang masih satu atap dengan Pondok Pesantren Sa’adatuddaren. “ itu juga gedung santri untuk belajar,” kata Hisbullah, kakak kandung pengurus pondok (Nazir) ketika ditemui di rumahnya.

                                                                                    ***

Mesjid pondok, Mesjid Jami Asharussa’adah Tahtul Yaman penuh sesak oleh jemaah. Selesai solat Jumat, para jema’ah laksana semut bertemu temannya. Mereka saling bersalaman, dibibir masing-masing jema’ah tersungging senyum ramah penuh maaf. Kawasan pondok tertata rapi, dan bersih. Halaman pondok ditumbuhi rumput hijau, adalagi pohon pinang dan beberapa kayu liar yang sengaja dibiarkan tumbuh.

Syhadan. Dari cerita Nazir, setelah Sultan Thaha Syaifuddin gugur zaman Belanda. Seorang ulama Jambi lainnya, K.H. Abdul Majid merasa jiwanya terancam di Jambi. Ia hijrah ke Mekah, di sana ia menjadi guru dan mendidik para santri yang berasal dari berbagai negara termasuk dari Jambi.

Kebanyakan para santri asal Jambi pulang dan mendirikan pondok pesantren di kampung halamanya. Salah satunya adalah K.H. Ahmad Syakur bin Syukur alias Guru Gemuk yang kelak mendirikan Pondok Pesantren Sa’adatuddaren Tahtul Yaman. Sedangkan gurunya tadi setelah pulang ke Jambi mendirikan Pondok Pesantren Nurul Iman di Ulu Gedong sekitar satu kilometer dari Pesantren Sa’adatuddaren.

Ikatan persaudaraan antara guru dan murid yang telah terajut di tanah suci itu tetap terjaga. Kemudian pada tahun 1909 kedua kyai tadi mempelopori terbentuknya wadah persaudaraan yang bernama  Samaratul Ihsan. Wadah inilah cikal bakal  Pondok Pesantren Sa’adatuddaren  yang berlokasi di Iskandaria Tahtul Yaman, atau Kelurahan Tahtul Yaman, sekarang.

Masih dalam tahun yang sama, wadah Simaratul Ihsan mengalami perkembangan menjadi kelompok pengajian dan mendirikan rumah kitab (Maktab) sebagai tempat berkumpulnya para santri untuk belajar ilmu agama Islam. Pada tahun  1915 Masehi atau 1333 Hijria, Guru Gemuk mendirikan Pesantren yang dinamakan Sa;adatuddaren Tahtul Yaman.

Menurut Nazir, nama pondok tersebut sarat dengan makna dan mengandung filosofi. Yang dimaksud dengan kebahgiaan di dua negeri itu adalah bahwa sekolah itu tidak hanya berorientasi pada kebahagiaan akhirat saja. Tapi juga kebahagiaan di dunia.

Walaupun Guru Gemuk anak seorang saudagar dimasa itu, dia mendapatkan kendala dalam membangun pondok tersebut. Dia telah mewakafkan tanah seluas 2 hektar, menjual ruko warisan orang tuannya. Sehingga harta warisan dari Syukur dan Hamida  orang tuanya habis sudah. Itupun belum cukup. Ia kemudian dibantu oleh para kerabat dan masyarakat setempat.

Bahkan   terpaksa jemput bola, setahun sekali pergi ke luar negeri untuk meminta bantuan dari teman-temannya. Tapi berkat usaha dan do’a banyak orang, akhirnya pondok itu jadi juga.

Tapi setelah pondok selesai, Guru Gemuk meninggal dunia. Dia wafat tahun 1923 dalam usia 47 tahun, Ia sempat memimpin pondok tersebut selama lebih kurang 8 tahun : dari tahun 1915 hingga 1923. Kemudian tampuk pimpinan diserahkan kepada K.H. Abdul Rahman. Namun dua tahun kemudian 1925, oleh beliau diserahkan kepada muridnya yang baru pulang dari  Mekah : Abubakar Syaifuddin.

Dimasa Abubakar inilah pondok mengalami kemajuan pesat, sampai-sampai santrinya melebihi kapasitas pemondokan. Pada masa ini (1925-1942) keharuman nama Sa’adatuddaren terdengar hingga ke manca negara.

Namun roda selalu berputar, tahun 1942 pondok tersebut mulai mengalami bermacam cobaan. Masuknya Penjajah Jepang membuat aktivitas pondok lumpuh total. Para guru banyak yang ditindas, intimidasi kepada seluruh elemen pondok merajalela.

Pimpinan pondok Abubakar Syaifuddin, pulang ke kampung halamannya di Desa Teluk Rendah, Kabupaten Tebo dan meninggal di sana dalam usia 63 tahun. “ Guru –guru banyak yang berlari ke hutan  dan santrinya hanya tinggal tiga orang”, kata Nazir.

Setelah itu tampuk pimpinan dipegang K.H. Muhammad Zuhdi alias Guru Zuhdi, lalu K.H Abdul Madjid (Menantu Guru Gemuk). Pada 1955 pondok dipimpin K.H. Zaini bin Abdul Qodir, setahun kemudian dipegang oleh K.H. Ahmad Jadawi (Anak K.H. Abubakar Syaifuddin).

Ahmad Jadawi ini guru yang mengusai empat bahasa : Bahasa Arab, Inggris, Belanda dan Jerman. Dia memimpin pesantren sekitar 25 tahun (1956-1989), dan dialah pemimpin terlama sepanjang sejarah pondok itu. Setelah beliau wafat tahun 1989 tampuk pimpinan diserahkan kepada  Guru Abdul Qodir Mahyuddin (Keponakan Guru Gemuk) selam 13 tahun.

Mengingat usianya sudah senja, maka dari tahun 2003 hingga sekarang tampuk pimpinan pesantren tersebut dipegang oleh Guru Helmi Abdul Madjid, yang masih anggota kerabat dari pendiri pondok.

Pada masa sekarang (2005) dengan majunya teknologi informatika, pesantren beradaptasi  dengan zaman. Tapi walaupun mejelis guru sepakat menambah kurikulum tapi tidak memasukkan mata pelajaran tersebut pada kurikulum inti.

Rupanya ciri khas pondok untuk terus menggali kitab kuning terus dipertahankan, sekali kitab kuning tetap kitab kuning. Laporan Rizal Ependi ( Jambi)   
 
  
                                                                        ~~~ooo~~~


LAPORAN  MAJALAH  MEDIUM 12 - 25 Januari 2005
 

Sambungan  ......



Sambungan .........
                                                                               ~~~ooo~~~


LAPORAN  MAJALAH  MEDIUM 23 Maret 2005 
Kepada Yth      :  Bapak Korlip Majalah MEDIUM (Jakarta)
Dari                  :  Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik              :  Daerah 
Foto                 :  Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM  Edisi : No.49 / Tahun lll /
23 Maret - 5 April 2005 / Rubrik Daerah / Halaman 36 & 37
 

Musim Kursi Musim Demo 

 Ajang pemilihan kepala daerah tak hanya melahirkan para calon. Tetapi juga unjukrasa. Ada yang mendukung calon tertentu, ada pula yang menolaknya.

Perempuan itu mengeluh. Tenaga cleaning service yang mendapat giliran membersihkan pekarangan kantor gubernur provinsi Jambi  itu belakangan ini terlihat sangat lelah. Dia duduk bersandar di bawah sebuah pohon rimbun di taman mayang dalam areal pekarangan kantor itu. Sebuah sapu lidi bergagang kayu bulat disandarkannya di pohon tersebut.

”Saya sedikit kualahan, sampah banyak sekali,” keluhnya Mardiah, 37 tahun, ketika disapa MEDIUM minggu lalu.   

Biasanya Mardia membersihkan pekarangan kantor itu dari pukul 07.30 hingga pukul 10.00 WIB. Pekerjaan itupun dia kerjakan 2 kali seminggu. Tapi belakangan, ibu rumah tangga yang tinggal di Kelurahan Sungai Putri, Kecamatan Telanaipura itu hampir saban hari mengumpulkan sampah. Terkadang pekerjaanya baru selesai menjelang solat zuhur.

Melihat kondisi saat ini, wajar saja kalau Mardia mengeluh. Biasanya dia hanya menyapu sampah daun kering yang berserakan. Namun belakangan dirinya harus bekerja ekstra keras. Sampah yang dikumpulkan bukan hanya daun kering pohon pelindung yang sengaja ditanam.

Namun saat ini dipekarangan kantor tadi banyak terdapat sampah bekas bungkus rokok dan botol minuman air mineral. Sampah yang berserakan itu bekas para pengunjuk rasa serta berasal dari para  pedagang makanan kecil yang mangkal di areal perkantoran tersebut.

Memang, menjelang semakin dekatnya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Provinsi Jambi, volume para pengunjuk rasa yang menuntut agar para bakal calon (Balon) gubernur harus orang yang bersih dari Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN), meningkat drastis. Bahkan para pengunjukrasa itu melontarkan kritik  pedas kepada balon gubernur Drs H Zulkifli Nurdin, MBA.

Kritikan tajam terhadap pencalonan kembali ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN)  Provinsi Jambi itu berasal dari banyak kalangan, terutama berasal dari kalangan  Mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 

Berdasarkan pantauan MEDIUM, hampir tiap hari pada bulan Februari di lokasi perkantoran Pemerintah Provinsi Jambi yang berada di dalam kawasan Kecamatan Telanaipura itu penuh sesak dengan massa yang berunjuk rasa.

Masa itu tidak hanya berasal dari dalam kota Jambi, tapi ada juga yang sengaja datang dari luar kota hanya sekedar ingin menyampaikan aspirasinya. Biasanya para demonstran yang berasal dari luar kota tadi datang dengan menggunakan mobil truk.

Adapun tuntutan para pengunjukrasa tersebut mendesak aparat penegak hukum dan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) agar lebih serius dan sesegera mungkin melakukan penyelidikan terhadap informasi yang mengatakan kalau Zulkifli Nurdin –ketika masih menjabat sebagai gubernur Jambi- telah banyak melakukan penyimpangan dalam proses perealisasian beberapa proyek yang sumberdanannya berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Saat ini tudingan miring terhadap penyimpangan yang dilakukan mantan orang nomor satu di Provinsi Jambi itu, bukan rahasia lagi. Sebuah surat kabar harian terbitan Jambi:   Harian Aksi Pos edisi Senin 10 Januari 2005 membongkar habis penyimpangan yang dilakukan Zulkifli. Berita Aksi Pos yang berjudul “Paksi Desak Koruptor Jambi di Usut “ itu mengkaitkan penyimpangan yang dilakukan Zulkifli masuk dalam program 100 hari kerja SBY.

Bahkan, sebuah LSM: LSM PAKSI (Pusat Advokasi dan Kajian Strategi Untuk Indonesia) yang berkantor pusat di Jalan Sri Soedewi Tepatnya di Lorong Waktu, kota  Jambi,  minggu belakangan sempat menyebarkan secarik kertas yang mereka sebut “surat terbuka untuk rakyat Jambi” kepada masyarakat Jambi ketika berdemo.

Surat tertanggal 10  Februari 2005 yang ditandatangani oleh kordinator lapangan LSM PAKSI, Amri, SE itu lebih tepat jika dikatakan selebaran. Surat yang bertuliskan “ Buka kedok konspirasi elite eksekutif, yudikatif Jambi merampas dana APBD” itu disebarkan bersamaan dengan copy-an  berita di koran harian Aksi Pos yang merupakan tudingan miring terhadap kinerja balongub Zulkifli Nurdin.

Dalam surat terbuka itu ditulis bahwasannya Provinsi Jambi saat ini telah menjadi ladang korupsi bagi oknum pejabat tertentu. Bahkan ada sebagian oknum pejabat yang bersekongkol dengan oknum pengusaha untuk merampas uang rakyat.  Selain itu LSM PAKSI menuding KPK telah sengaja menunda pengusutan kasus Zulkifli dengan alasan pihak KPK minim SDM (Sumber Daya Manusia).

Menurut data yang diperoleh MEDIUM dari LSM PAKSI, selama menjabat sebagai gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin telah melakukan penyimpangan proses perealisasian lebih dari 10 proyek. Diantaranya: Renovasi kantor dan pembuatan taman di kantor gubernur Jambi dengan jumlah dana Rp. 54,7 miliar; Renovasi kantor dan pembuatan taman kantor DPRD provinsi Jambi Rp.22,2 miliar serta rehabilitas jalan Tembesi-Sarolangun yang menelan dana Rp14 miliar.

Adalagi pembuatan Mess Jambi, pembangunan jembatan aurduri II dan pembelian kantor perwakilan dagang Jambi di Singapura dengan dana sebesar Rp 40 miliar; pembelian mesin daur ulang aspal sebanyak 6 buah Rp8,4 miliar dan pengerjaan interior, mekanikal serta elektrikal kantor gubernur Jambi dengan total dana sebesar Rp 5,7 miliar.” Semua proyek yang tertulis di surat itu diPL-kan  oleh Zulkifli,” kata Amri, SE kepada MEDIUM

Memang, jumlah dana proyek yang di selewengkan perealisasiannya oleh Zulkifli, tidak sedikit. Kalau dikalkulasi jumlah dana itu mencapai Rp 145 miliar.  Namun demikian, tidak sedikit pula para LSM dan Ormas lainnya yang ada di Bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itu rela melakukan demontrasi untuk mendukung penuh pencalonan kembali orang yang dituding oleh LSM PAKSI telah merampok uang rakyat tersebut.

Para demonstran menggelar sepanduk dan poster diantaranya  bertuliskan:  “ Zulkifli pemimpin yang dicintai rakyat; kami rela mati demi bang Zul”. Begitulah bunyi tulisan di spanduk yang dipegang para pengunjukrasa.

Arak-arakan para demonstran yang berjumlah kira-kira 500 orang itu bergerak dari lapangan kantor gubernur Jambi menuju perempatan lampu merah sambil meneriakan yel-yel menyatakan mendukung penuh Zulkifli Nurdin. Saking ramainya, sehingga arus lalu lintas di perempatamn lampu merah tadi macet total.

Menurut sumber MEDIUM,  meningkatnya volume unjukrasa belakangan ini memang sudah dikondisikan orang tertentu. Kalau menjelang Pemilu atau Pilkada tidak heran jika diantara lawan politik calon kuat yang ingin merebut kursi gubernur, sengaja mengerahkan massa untuk menjatuhkan sang calon tersebut. 

Hal itu penuh dengan nuansa politis dan para pengunjukrasa-pun diragukan kemurnian perjuangannya.” Saya rasa praduga saya tidak meleset,” katanya. (Laporan Rizal Ependi - Jambi)

                                                                    ~~~ooo~~~


LAPORAN  MAJALAH  MEDIUM 5 April 2005 
Kepada Yth      :  Bapak Korlip Majalah MEDIUM (Jakarta)
Dari                  :  Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik              :  Daerah 
Foto                 :  Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM  Edisi : No.49 / Tahun lll /
23 Maret - 5 April 2005 / Rubrik Daerah / Halaman
 
Mengharap Untung Menuai Buntung

Para nasabah PT Indonex Mitra Globalindo memang betul-betul tertipu. Tapi dengan tertangkapnya pelaku,  korban sedikit lega. Meskipun harapan uang kembali hanya tinggal isapan jempol saja.

Awalnya kehadiran PT Indonex Mitra Globalindo di Kota Jambi, disambut baik oleh masyarakat setempat. Kenapa tidak, perusahaan yang bergerak dibidang penanaman modal itu menawarkan keuntungan cukup besar bagi para investor yang bersedia “menyetor” uangnya  kepada perusahaan tersebut. Namun setelah uang di setor, sebagian “nasabah” bukannya mendapat untung, malah menuai bungtung. Kenapa?

Kalau dirunut, ceritanya agak panjang. Begini,  PT Indonek Mitra Globalindo yang dipimpin oleh Ir Taslim Moe alias Abdurahman, yang tinggal di Komplek Villa Kenali Permai Blok  K 2, Kelurahan Mayang Mengurai, Kota Jambi itu menawarkan kepada masyarakat Jambi – yang oleh pihak Indonex disebut sebagai nasabah -  untuk menginvestasikan uangnya ke perusahaan tersebut dengan iming-iming dari jumlah uang yang disetor, nasabah akan mendapat bunga 15 hingga 20 persen. Bunga itu akan diperoleh nasabah   dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan.

Mendengar besar bunga yang ditawarkan oleh perusahaan yang belum begitu lama berdiri itu, konon melebihi dari bunga Bank, masyarakat Jambi  seakan berlomba. Tanpa pikir panjang, satu, dua, tiga hingga akhirnya mencapai ratusan orang,  terlihat menyerbu kantor yang berlokasi di salah satu sudut Kota Jambi tersebut untuk investasikan modalnya.

Melihat kondisi demikian, pihak Indonex lalu mengatur siasat baru untuk lebih meyakinkan para nasabah. Dalam kesepakatan, nasabah diberitahu kalau perusahaan itu melakukan kerja sama dengan PT Petro Cina,  sebagai kontraktor dan pengadaan alat berat. Gayung bersambut, nasabah semakin “membludak “ ,  uangpun akhirnya “terkumpul” konon hingga mencapai ratusan miliar rupiah. Siapa saja nasabah Indonex?

Informasi yang berhasil dihimpun Rizal Ependi koresponsen MEDIUM di Jambi,  nasabah Indonex bukan saja berasal dari kalangan pengusaha. Kalau mau jujur, selain masyarakt biasa, terdapat juga sederet  nama para politisi ulung dan pejabat teras di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi. Tak ketinggalan pula para medis dan pedagang kecil.

 Namun demikian, para nasabah yang sebagian besar berasal dari kalangan intelektual itu akhirnya, Massya Allah, bisa ditipu mentah-mentah oleh  seorang perantau yang lahir di pelosok dusun di Ranah Minang tersebut.

Kasus penipuan uang ratusan miliar rupiah yang dilakukan Ir Taslim Moe terhadap masyarakat  Kota Jambi belakangan, merupakan kasus penipuan terbesar dalam abad ini. Saking besarnya, kabarnya pelaku dengan uang hasil menipu tadi, bisa membuka usaha penyewaan mobil di Kota Pekan Baru, Riau  dengan jumlah armada tidak sedikit. Adalagi dua buah mobil pribadi dan beberapa buah rumah di Jambi  

Selain itu modus operandi praktek penipuan yang dilakukan Taslim terbilang rapi dan profesional. Dikatakan rapi karena sebelum pelaku kabur pada 21 Februari 2005 lalu, tak seorangpun diantara sekian banyak para nasabah yang merasa curiga akan rencana pelaku. Sedangkan Ke-Profesional-an si Taslim: dia telah berhasil menipu orang -yang boleh dikatakan-  sebagian besar lebih pintar dari dirinya.  

Bagaimana mudus operandi penipuan tersebut, ya itu tadi, dia (Taslim-red) bisa dengan gampang meyakinkan para korban hanya dengan sejumlah siasat: menawarkan bunga besar, mengaku bekerja sama dengan PT Petro Cina dan memanfaatkan serta melakukan pendekatan secara pribadi kepada calon korban serta membisikan kepada calon korban untuk mengajak teman-temannya masuk dalam perangkap pelaku.

Taslim Moe, ketika dikonfirmasikan MEDIUM di Mapoltabes Jambi, minggu lalu mengakui perbuatannya dan siap mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut. Dia juga membenarkan telah melakukan penipuan. Tapi menurut Taslim jumlah uang yang berhasil dia raup tidak sampai 100 miliar. Taslim tidak ingat jumlah kongkritnya, karena semua data di perusahaanya telah hilang.

Pelaku yang saat itu bersama istrinya, terlihat lemas dan sangat terpukul. Rasa takut nampak jelas di wajah Taslim. Sedangkan istrinya terlihat sangat lelah. Sambil beruraian air mata dia mengatakan selama ini dirinya tidak mengetahui kalau suaminya berniat menipu. Dia membenarkan telah membantu dan mendukung suaminya dalam menjalankan usaha.” Saya tidak tahu mas, saya sedih bagaimana nasib kedua anak saya,” kata Susi Lasma Marpaung, istri pelaku.

Sementara itu, setelah mengetahui Taslim telah ditangkap polisi, para nasabah berdatangan ke Mapoltabes Jambi untuk mengadukan nasib mereka. Beberapa orang nasabah terlihat sangat marah. Namun karena ketatnya pengamanan petugas,  amarah para nasabah tidak sampai menimbulkan tindakan main hakim sendiri terhadap pelaku.”  Saya juga telah ditipu Bang, “ kata Dien Mediena, 34 tahun,  yang tinggal di Jalan Beringin 3, No.13, Kelurahan The Hok, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi yang menderita kerugian Rp 50 juta rupiah.

Kapoltabes Jambi, Kombespol, Drs .H. Bambang Sudarisman, SH MM, mengatakan kepada wartawan bahwa pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Bambang juga membenarkan kalau pelaku tertangkap di Medan bersama istri dan kedua anaknya di sebuah rumah dalam komplek perumahan elit di Medan Tenggara. Lebih lanjut Bambang berharap, agar para nasabah yang merasa telah dirugikan oleh pelaku, agar tidak berbuat anarkis.” Kami tetap melakukan pengamanan ekstra ketat mulai dari Medan sampai ke Jambi,” katanya.

Sementara itu kapolda Jambi, Brigjen Pol Soewadji, melalui  Kabid Humas Polda Jambi,  AKBP Joko Turochman, juga mengatakan hal serupa kepada MEDIUM. Namun setelah tiba di Jambi menjelang pemeriksaan, kedua suami istri pelaku penipuan itu terpaksa di pisahkan. Taslim Moe akhirnya dijebloskan ke sel tahanan Mapolda Jambi, sedangkan istrinya Susi Lasma  Marpaung di kerangkeng di sel wanita di Mapotabes Jambi.” Di Polda kan tidak ada sel untuk wanita,” kata Joko. (Laporan Rizal Ependi- Jambi)
                              
                                                      ~~~ooo~~~

LAPORAN  MAJALAH  MEDIUM 19 April 2005
Kepada Yth      :  Bapak Korlip Majalah MEDIUM (Jakarta)
Dari                  :  Rizal Ependi (Koresponden Jambi)
Rubrik              :  Daerah 
Foto                 :  Ada
======================================================
KET : Tulisan ini telah terbit di Majalah MEDIUM  Edisi : No.49 / Tahun lll /
23 Maret - 5 April 2005 / Rubrik Daerah / Halaman 


Menipu di Jambi  Dibekuk di Medan

Setelah buron kurang lebih dua  bulan, Taslim Moe,  Direktur PT. Indonex Mitra Globalindo yang diduga pelaku utama penipuan ratusan miliar rupiah uang nasabah di Jambi,  akhirnya berhasil diciduk Polisi.

Ihsan, 30 tahun  sedikit lega.  Salah seorang korban penipuan puluhan juta rupiah yang tinggal di Komplek Villa Kenali Permai, Blok K2, Kota Jambi itu nampak ceria. Pasalnya kegeraman Ihsan  terhadap Ir. Taslim Moe alias Abdurrahman,  38 tahun, Direktur  PT. Indonex  Mitra Globalindo yang telah menipunya, surut sudah. Karena saat ini Taslim Moe sudah dibekuk Polisi.

Sebenarnya kecerian Ihsan bukan tidak beralasan,  dirinya masih berharap uang Rp. 10 juta yang telah diinvestasikan kepada PT. Indonex Globalindo, bisa kembali utuh.

Namun harapan Ihsan sepertinya hanya tinggal harapan. Karena Taslim ketika diperiksa polisi mengaku, sebagian besar uang nasabah sudah habis dan hanya tersisa kurang dari 1 persen dari  sekitar 100 miliar jumlah keseluruhan uang yang berhasil diraupnya. Tapi entah benar atau tidak yang dikatakan pelaku, yang jelas bersama istri dan adiknya,  kini Taslim sudah menjadi “penghuni” hotel paradeo di Markas Polisi Kota Besar (Mapoltabes)  dan “sangkar besi” di Markas Polisi Daerah (Mapolda) Jambi.

Proses penagkapan “penipu” berkaca mata minus itu memang tidak se-dramatis ketika polisi melakukan penangkapan terhadap para pelaku pengeboman di beberapa tempat di Indonesia. Namun peralatan canggih untuk mendeteksi keberadaan Taslim semasa buron, tak urung digunakan.  Tim handal-pun dikerahkan dan akhirnya keberadaan pelaku berhasil terdeteksi di Kota Medan, Sumatera Utara, yang tak lain tanah kelahiran sang istri,  Susi Lasma Marpaung, 33 tahun.

Setelah berhasil menemukan sebuah rumah yang berlokasi di Komplek Perumahan Menteng Indah, Blok F3, No. 11,  Medan Tenggara, Kota Medan  yang diyakini sebagai tempat persembunyian Taslim se keluarga, polisi lalu mengatur siasat. Drama penyamaran-pun digelar. Pada minggu malam, 3 April lalu, pihak kepolisian dari Mapoltabes dan Mapolda Jambi yang dikomandoi oleh Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Poltabes Jambi, Komisaris Polisi (Kompol) Pitra A. Ratulangi, SIK, melakukan pengintaian dari sore hari hingga menjelang subuh.

Setelah mendapatkan informasi pasti tentang kebenaran rumah tempat persembunyian buronan kelas kakap itu,  sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, ketika “juragan tipu”   sedang tidur pulas, petugas langsung bergerak menuju lokasi persembunyian TO (target operasi) itu.

Ketika itu para petugas mengendarai dua mobil kijang dan berhenti pas di depan gerbang penjagaan (Pos Satpam)  komplek perumahan elit tersebut. Kemudian salah seorang petugas turun menghampiri satpam, lalu petugas  minta diantarkan  ke rumah tersangka.   

Setibanya di rumah kontrakan itu, polisi lalu mengetuk pintu dan disambut oleh seorang pembantu. Setelah petugas menunjukan surat penangkapan, pembatu tadi langsung membangunkan Taslim yang sedang mimpi indah bersama istri tercinta di kamarnya yang terletak di lantai dua sembari diikuti petugas. Setelah Taslim keluar dari kamar, polisi langsung meringkusnya. 

Tak ayal, dramatisasi penagkapan Bos Indonex  itu  membuat seisi rumah menjadi panik. Taslim sama sekali tak menduga kalau polisi bisa menemukan persembunyiannya.

Tanpa ba bi bu,  pada malam itu juga, Taslim Moe   bersama istri dan dua anaknya : Talita Azura Ramadanti, 7 tahun dan Aruya Asedinia Martaulina, 4 tahun di gelandang petugas  ke Mapoltabes Medan. Namun ketika tiba di Mapoltabes, Taslim bukanya disuruh melanjutkan sisa kantuknya. Tapi petugas kemudian mengajak Taslim mencari barang bukti dan pelaku lainya yang dicurigai saat itu berada di kota itu juga.

Alhasil, selain meringkus tersangka, polisi juga berhasil mengumpulkan barang bukti baru berupa 1 unit komputer, perhiasan emas dan uang ratusan juta rupiah dari tempat persembunyian tersangka tadi. Menurut informasi yang didapat polisi, Taslim belum lama tinggal di perumahan elit tersebut. Di sana Taslim mempunyai 1 unit mobil jenis terrano keluaran terbaru dan  satu lagi mobil jenis kijang krista.

Prosesi dan lokasi penangkapan Taslim Moe diakui oleh Kapala Polisi Kota Besar (Kapoltabes) Jambi, Komisaris Besar Polisi (Kombespol) Drs. H. Bambang Sudarisman, SH MM. Menurut Bambang, sebelum penagkapan, petugas  hampir terkeco karena rumah tempat persembunyian Taslim  layaknya rumah tanpa penghuni. Namun berkat informasi dari warga serta kejelihan petugas,  kecurigaan itu pupus dan petugas dapat memastikan kalau Taslim saat itu pasti berada di rumah tersebut.

Masih menurut Bambang, penangkapan terhadap pelaku penipuan berkedok investasi dengan menjanjikan bunga besar itu,  tidak menimbulkan kegaduhan di lingkungan komplek tersebut. Sebab petugas pada saat itu bekerja sangat rapi dan ekstra hati-hati.” Paling warga setempat mengetahui informasi penagkapan itu, setelah ke esokan harinya,” kata Bambang kepada MEDIUM. (Laporan Rizal Ependi- Jambi)  

                                                                        ~~~ooo~~~